Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau terpencar membutuhkan sistem pertahanan yang kuat dan strategis, agar pulau-pulau itu tidak lepas ke tangan negara lain. Setelah dikaji secara mendalam, disimpulkanlah bahwa roket merupakan senjata yang tepat untuk menjaga setiap tapal batas negara Indonesia.
Kajian ini sudah dilakukan sejak enam tahun yang lalu, dan kini, target Indonesia adalah memiliki sedikitnya 1000 peluru kendali darat ke darat dengan jangkauan di atas 100 Km pada tahun 2014.
Arah ke target tersebut dimulai dengan munculnya Roket Pertahanan atau Rhan 112. Roket berkaliber 122 mm ini memiliki jangkauan 15-20 kilometer dengan kecepatan 1,8 Mach. Untuk menembak sasaran sejauh itu, Rhan hanya membutuhkan waktu 63 detik.
Saat ini TNI sedang mengembangkan dua model peluncur roket Rhan, yakni jip berbobot 2,5 ton serta truk berkapasitas 5 ton. Unit peluncur kendaraan 5 ton mampu memuat 16 roket dan bisa meluncur secara otomatis dengan menekan satu tombol.
TNI dan LAPAN telah mengujicoba 50 roket R-Han di Pusat Latihan Tempur TNI AD Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Roket Rhan merupakan roket balistik tanpa kendali yang dilepasdkan dari kendaraan peluncur memiliki berat 5 ton.
Ia memiliki sirip melipat ke samping dengan panjang propelan 1.000 mm. Hulu ledaknya
memiliki tipe tajam, asap, dan inert.
Roket R-Han 122 merupakam pengembangan dari roket LAPAN RX 1210. Dibandingkan roket generasi lama, R-Han 122 mengalami pengembangan desain dan material. Jika RX 1210 menggunakan baja, roket R-Han menggunakan aluminium dan karbon, sehingga dua kali lebih ringan dan sekaligus tahan panas. Untuk menjaga kestabilan dan daya jangkau yang tinggi, material roket harus tahan terhadap suhu 3.000 derajat celsius.
Roket Rhan memiliki sirip lipat yang tegak secara otomatis setelah keluar dari tabung peluncur. Hulu ledak (warhead) roket bisa dipisahkan dari tabung propelan dan dipasang jika dibutuhkan. Saat ini Roket R-Han 122 mm telah dioperasionalkan oleh Arteri Medan AD dan Arteri Medan Marinir AL.
Untuk mengejar target yang dipatok pada tahun 2014, dibentuklah konsorsium yang terdiri dari Kementerian Ristek, Kementerian Pertahanan, TNI AL, BPPT, LAPAN, perguruan tinggi (ITB, ITS, UI, UGM, dan Undip), serta industri strategis PT DI, Krakatau Steel, LEN Industri, Pindad, dan PT Dahana.
Kajian ini sudah dilakukan sejak enam tahun yang lalu, dan kini, target Indonesia adalah memiliki sedikitnya 1000 peluru kendali darat ke darat dengan jangkauan di atas 100 Km pada tahun 2014.
Arah ke target tersebut dimulai dengan munculnya Roket Pertahanan atau Rhan 112. Roket berkaliber 122 mm ini memiliki jangkauan 15-20 kilometer dengan kecepatan 1,8 Mach. Untuk menembak sasaran sejauh itu, Rhan hanya membutuhkan waktu 63 detik.
Saat ini TNI sedang mengembangkan dua model peluncur roket Rhan, yakni jip berbobot 2,5 ton serta truk berkapasitas 5 ton. Unit peluncur kendaraan 5 ton mampu memuat 16 roket dan bisa meluncur secara otomatis dengan menekan satu tombol.
TNI dan LAPAN telah mengujicoba 50 roket R-Han di Pusat Latihan Tempur TNI AD Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Roket Rhan merupakan roket balistik tanpa kendali yang dilepasdkan dari kendaraan peluncur memiliki berat 5 ton.
Ia memiliki sirip melipat ke samping dengan panjang propelan 1.000 mm. Hulu ledaknya
memiliki tipe tajam, asap, dan inert.
Roket R-Han 122 merupakam pengembangan dari roket LAPAN RX 1210. Dibandingkan roket generasi lama, R-Han 122 mengalami pengembangan desain dan material. Jika RX 1210 menggunakan baja, roket R-Han menggunakan aluminium dan karbon, sehingga dua kali lebih ringan dan sekaligus tahan panas. Untuk menjaga kestabilan dan daya jangkau yang tinggi, material roket harus tahan terhadap suhu 3.000 derajat celsius.
Roket Rhan memiliki sirip lipat yang tegak secara otomatis setelah keluar dari tabung peluncur. Hulu ledak (warhead) roket bisa dipisahkan dari tabung propelan dan dipasang jika dibutuhkan. Saat ini Roket R-Han 122 mm telah dioperasionalkan oleh Arteri Medan AD dan Arteri Medan Marinir AL.
Untuk mengejar target yang dipatok pada tahun 2014, dibentuklah konsorsium yang terdiri dari Kementerian Ristek, Kementerian Pertahanan, TNI AL, BPPT, LAPAN, perguruan tinggi (ITB, ITS, UI, UGM, dan Undip), serta industri strategis PT DI, Krakatau Steel, LEN Industri, Pindad, dan PT Dahana.
Konsorsium inti terdiri atas beberapa plasma yang menangani riset material, mekatronika, dan sistem kontrol atau kendali. Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendukung alat pemantau dan penentu posisi roket. ITB berperan dalam penyediaan sistem kamera nirkabel untuk menangkap dan mengirim gambar di lokasi target atau sasaran.
Kementerian Ristek menyediakan dana insentif untuk pembuatan prototipe roket. PT DI mengembangan struktur dan desain roket. PT Krakatau Steel menyediakan material tabung dan struktur roket. PT Pindad mengembangkan peluncur roket (launcher) dan PT Dahana menyediakan propelan.
PT DI membangun sarana peluncur roket dan sistem penembaknya dengan laras sebanyak 16. Kendaraan yang digunakan sebagai anjungan peluncuran adalah jip GAZ buatan Rusia, Nissan Jepang, atau Perkasa buatan Tata, India.
Propelan Berkualitas
Salah satu cara untuk mendapatkan jangkauan tembakan roket yang lebih jauh, dibutuhkan propelan yang berkualitas. Saat ini bahan baku tersebut masih impor. Untuk itu dibuatlah pabrik pembuat bahan peledak amonium nitrat terbesar di Indonesia dan Asia. Pabrik Amonium Nitrat tersebut milik PT Kaltim Nitrate Indonesia (PT. KNI) di Bontang, Kalimantan Timur.
Salah satu cara untuk mendapatkan jangkauan tembakan roket yang lebih jauh, dibutuhkan propelan yang berkualitas. Saat ini bahan baku tersebut masih impor. Untuk itu dibuatlah pabrik pembuat bahan peledak amonium nitrat terbesar di Indonesia dan Asia. Pabrik Amonium Nitrat tersebut milik PT Kaltim Nitrate Indonesia (PT. KNI) di Bontang, Kalimantan Timur.
Pabrik baru yang diproyeksikan menghasilkan Amonium Nitrat Prilled sebesar 300.000 Ton/Tahun ini difokuskan untuk menunjang kebutuhan pasar dalam negeri Indonesia yang diprediksikan akan mencapai 700.000 Ton/tahun pada tahun 2012.
“Dengan kehadiran pabrik amonium nitrat milik PT KNI merupakan suatu peluang, sekaligus merupakan tantangan terhadap proses simbiosis mutualisme antara defence supporting economy pada kondisi-kondisi dalam arah pembangunan”, ujar Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.
PT Kaltim Nitrate Indonesia mempekerjakan 160 tenaga kerja yang terdiri dari tenaga engineer, teknisi dan dibantu oleh 2 tenaga dari luar negeri. Sekitar 80 teknisi sudah menjalani training di Australia. Lisensi teknologi proses untuk pabrik ini diperoleh dari UHDE Jerman. Saat ini Indonesia juga sedang bekerjasama dengan China dan Turki, untuk meningkatkan kualitas propelan Indonesia.
Dengan beroperasinya pabrik PT KNI di Bontang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ammonium nitrate dalam negeri sebesar 300.000 ton per tahunnya. Selama ini pemenuhan ammonium nitrate baru sekitar 10%-nya saja yang dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Bahan baku utama berupa amoniak (NH3) akan disuplai oleh perusahaan-perusahaan lokal di Kalimantan Timur.
Proyeksi Helikopter Serang Apache TNI AD
Salah satu alutsista mutakhir yang diincar oleh TNI AD adalah helikopter serang Apache AH-64 buatan Amerika Serikat. Helikopter ini dibutuhkan sebagai payung udara untuk melindungi pergerakan pasukan dan mesin perang Angkatan Darat. Helikopter Apache akan bergerak bersama- sama dengan pasukan di darat.
Bagaimana dengan dukungan TNI AU ?
TNI AU diposisikan sebagai pasukan yang memberi perlindungan dari jarak jauh dan menengah. Dengan konsep ini TNI AD tidak sepenuhnya menggantungkan nasib pertahanan udara mereka kepada matra lain. Ketika pesawat atau helikopter musuh sudah mendekat, TNI AD akan melindungi diri mereka sendiri.
Untuk mendapatkan kemampuan itu, TNI AD mengincar helikopter serang yang mumpuni. Secara kalkulasi pilihannya jatuh kepada Helikopter Apache Longbow dengan persenjataan lengkap. Payung udara ini harus memiliki kemampuan yang mumpuni, karena jika pertahanan udara terpatahkan, pergerakan pasukan di darat akan terancam.
Menurut KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo, hingga saat ini TNI AD terus mengkaji kemampuan dan kelayakan helikopter Apache. Secara anggaran, budget TNI AD mencukupi untuk mendatangkan sekitar 8 unit helikopter Apache. Pengkajian ini juga ditujukan untuk presentasi di hadapan Komisi I DPR nanti. TNI AD menyiapkan argumen dan dasar pemikiran betapa pentingnya pengadaan Helikopter Serang Apache dan diharapkan pembelian helikopter itu nantinya disetujui Legislatif.
Harga helikopter Apache memang mahal, sekitar 60 juta USD per unit. TNI AD sedang memikirkan opsi-opsinya agar bisa membeli Apache ini.
Alternatif lainnya adalah Heli Super Cobra sekitar 15 juta USD per unit, serta Black Hawk yang lebih murah lagi. Namun kemampuannya masih di bawah Apache. Pertimbangan menolak dua helikopter ini adalah, jika dianggap tidak superior, maka keberadaannya bisa dianggap tidak existing, tidak masuk hitungan, sehingga percuma saja. Kecuali jika ada opsi-opsi membuat helikopter itu menjadi mumpuni.
Kebutuhan terhadap helikopter serang yang mumpuni juga terkait dengan konsep perang TNI AD yang terus dimodernisasi. TNI AD berencana membentuk satuan brigade mekanis yang memiliki daya pukul maut dan pergerakan yang cepat, dengan mengandalkan lapis baja dan kendaraan taktis. Untuk itu pula meriam 155 Caesar dipilih karena bisa diangkut oleh Hercules, tanpa mempretelinya dan bisa langsung dioperasikan, saat pesawat mendarat.
Selain dilindungi oleh Heli Apache, TNI AD juga membeli rudal pertahanan udara jarak pendek, mistral. Rudal dengan sistem fire and forget ini, dikombinasikan dengan Rantis 4X4 buatan Pindad. ”Rudal mistral bisa ditembakkan sambil duduk-duduk santai dan 90 % akan mengenai sasaran”, ujar KSAD.
Konsep perang Angkatan Darat bisa ofensif dan defensif. Ofensif adalah dengan menggerakkan pasukan maju ke depan lalu menguasai medan baik di darat dan udara. Untuk itu dibutuhkan payung udara yang kuat, antara lain pengadaan Helikopter serang Apache. Selain Apache, TNI AD telah memesan heli serang AS 550 Fennec, untuk menggantikan heli Bolcow BO-105 serta menemani Heli Serang MI-35 buatan Rusia yang lebih dulu dibeli TNI AD.
Heli Serang Fennec
Mesti berbadan kecil dan single engine, Heli AS 550 Fennec sangat mematikan. Helokopter buatan Perancis ini dilengkapi HeliTOW sighting system (direct view optics, day and night vision serta laser rangefinder) dan TOW anti-tank missiles. Untuk persenjataan serang darat, AS 550 C2 Fennec mengusung 7 misil x 2 roket launcher Forges de Zeebrugge atau 12 x 2 roket launcher Thales Brandt 68mm. Fennec juga bisa membawa empat rudal anti-tank seperti BGM-71 TOW atau anti-pesawat (air to air missile). Bahkan varian AS 555 SN, mengusung torpedo sebagai anti-submarine warfare.
0 komentar "TNI AD", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar